Sabtu, 20 Oktober 2012

Munasabah adalah


Munasabah adalah adanya bentuk ikatan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu surat, antara satu ayat dengan ayat lainnya dalam surat yang berlainan, aatu antara satu surat dengan surat yang lain. Alquran merupakan firman yang terakhir, penjaga dan pelindung wahyu yang pernah diterima oleh rasul terdahulu, serta merupakan pelengkap dan penyempurna (ajaran) yang akan menuttut kehidupan umat dimasa depan[1]. Alquran merupakan juga sumber ilmu pengetahuan yang sampai sekarang masih digali isi kandungannya,baik dari kalangan muslim maupun dari kalangan non muslim.

Namun usaha itu menemukan hambatan, karna alquran tidan tersusun seperti susunan karaya ilmiah. Banyak persoalan inti yang silih bergandi diungkapan dalam alquran, sehingga menurut shihap[2], sangat dibutuhkan cara-cara yang mudah dalam memahaminya. Hal ini bisa ditolerir mengigat alquran merupakan kitab yang tidak bisa dipahami dengan bekal ilmu tentang pemahaman ilmu alquran yang minim.

Munasabah merupakan satu dari sekian banyak cara dalam membantu memahami makana yang terkandung didalam alquran. Dalam fenomena ini munasabah berupaya melihat korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lainnya, pembukaan surat dengan akhir surat dan satu surat dengan surat yang lainya, baik yang dibelakang maupun didepan surat tersebut. Dengan memperhatikan munasabah berarti telah berusaha sebaik mungkin dalam menafirkan alquran.

Munasabah memiliki peran yang sensitifkan dalam memahami makna alquran. Hal ini seperti pandangan Zuhdi, bahawa ilmu munasabah dapat berperan dalam mengantikan ilmu asbabu al-nuzul, apabila seorang tidak mengetahui seab turunnnya satu ayat, tetapi mengetahui korelasinya[3],

Untuk mengarahkan pengkajian tentang munasabah hingga dapat menghasilkan suatu masukan yang berkualitas, maka beranjak dari latar belakang persoalan tadilah menimbulkan persoalan tentang apa sebenarnya munasabah tersebut ?

B. PENGERTIAN MUNASABAH

Pengertian munasabah dapat difahami dari dia sudut tinjauan ,yakni secara bahasa dan istilah .zakarshi memberikan pengertian dari sudut bahasa, bahwa:

المناسبة فى اللغة المقاربة
(Al munasahabah dalam bahasa artinya berarti kedekatan)[4]

Dalam kontek ini hampir dapat dipastikan bahwa ayat dalam alquran memiliki hubungan yang erat. Untuk mengambarkan lebih jauh lagi tentang maka dapat diliha pengertiannya berdasarka istilah, yakni:

“Al-munasabah adalah adanya bentuk ikatan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dalam satu surat, antara satu ayat dengan ayat lainnya dalam surat yang berlainan, aatu antara satu surat dengan surat yang lain[5].”

Dalam hal tersebut bukan saja pertalian yang bersifat kesesuan saja, nmaun memiliki banyak bentuk persesuain, antara lain seperti disebutkan suyuthi bahwa keterkaitan tersebut seperti berikut :

“Macam – macam bentuk keterkaiatan nya adalah antara lain berbentuk seperti sabab dan musababnya, persesuaian dan pertentangan[6].”

Namun menurut Chirzin bahwa bentuk kesesuain tersebut lebih didominasi oleh kaitan yang berkisar sekitar sebab akibat dan pertentangan, karena jika ayat itu tidak saling bertemu maka tentu berhadapan sebagai lawan[7].

C. Pembagian Munasabah

Berdasarkan pengertian diatas, maka munasabah diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Munasabah ayat dengan ayat dalam satu surat

Munasabah ayat dengan dengan ayat, terdapat dua pokok persoalan yang mendasar, pertama antara ayat dengan ayat kelihatan jelas, hal ini dapat terlihat dari ayat yang diperantarai dengan huruf athaf, seperti ungkapan Zarkashi[8], mengutip firman Allah swt :

Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. dan Dia-lah yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun. (Q.S. Saba ‘ (34) : 2).

Huruf athaf pada ayat tersebut menunjukkan keserasian tersebut termasuk bentuk kesesuaian.

Kemudian ada lagi korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lainnya tidak terlihat jelas, menurut zakarshimembutuhkan satu alat untuk menjadi bukti tentang keterikatnnya berupa keterkaitan dari sudut ma`nawi. Dan kalau diteliti lebih jauh lagi maka tersirat bahwa hubungan secara ma`nawi dikatakorikan lagi tiga jenis, yakni takzir (hubungan perbadingan), mudhabah (hubungan pertetangan) dan Istidrat(hubungan yang mencerminkan adanya kaiatan antara suatu persoalan dengan persoalan lainnya[9].

2. Munsabah antara satu surat dengan surat yang lainnya

Didalam alquran tidak saja terjadi munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya saja, namaun antara satu surat dengan surat lainnya juga terjadi munasabah. Munasabah yang terjadi bisa saja sifatnya berkesusasian, bertentangan dan sebab akibat.

3. munasabah antara awal ayat dengan akhir ayat dalam satu surat

Disamping dua kategori munasabah diatas, maka lebih lanjut dinyatakan bahwa munasabah juga terjadi antara awal dan akhir ayat pada satu surat. Konsekwensinya adalah alquran memiliki keunikan terdiri jika dibandikan dengan kitab-kitab sebelumnya.


D. MUNASABAH DALAM TATARAN PRAKTIS

Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang munasabah, maka akan diuraikan dengan dengan dua buku tafsir-jajalain dan maraghi-yang dispessifikasikan pada surat al-quraisy

1. munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya dalam satu surat

(Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah) . (Q.S al-Fiil : 1).

Dalam tafsir jajalain ditafsirkan dengan dua penggalan kata, yaitu ; yang merupakan istifham dan mengandung makna ta`ajub, artinya seperti kamu merasa terpesona. Kemudian كيف فعل ربك بأ صحاب الفيل yang maksudnya adalah Mahmudlah yang mempunyai gajah dengan disertai sahabatnya Abraham yang merupakan raja dari Yaman berikut tentaranya yang telah membangun sebuah gereja dengan tujuan agar orang berpaling menziarahi Makkah. Pada suatu hari ada seorang dari kinanah yang mengotori dengan bermaksud menghinanya. Dengan kondisi itu abraham bertekat untuk menghacurkan ka`bah maka Allah mengirimkan kepada mereka apa yang dikisahkan pada firman Allah berikutnya[10].

Tafsir maraghi menguraikan ayat tersebut seperti berikut ; maksudnya adalah apakah enkau tidak mengerti suatu peristiwa yang mena`jubkan dan agung, yang mengambarkan betapa besarnya kesusahan Allah kebijakannya terhadap ashabul fiil yang berusaha menghancurkan ka`bah. Hal ini sulit dianalisa sebab musababnya, karna belum pernah terjadi gerombolan burung menyerang satu kaum saja sementara kaum lainnya tidak diserang. Semua itu tanda-tanda kebijaksanaan yang maha mengatur dan dilakukan untuk menjaga ka`bah. Secara mendalam ayat ini mengambarkan istilah menyaksikan untuk pengertian mengetahui. Konsekwensiya adalah peristiwa mutlak benar dan sudah dikenal, sehingga esensi mengetahui dalam hal kejelasannya setara dengan pengetahuan yang didasarkan pada penglihatan dan kesaksian[11].

Korelasi ayat tersebut dengan ayat berikut :

(bukankah dia menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia). (Q.S al-Fiil : 2).

Dalam tafsir jalalain kata ألم يجعل maksudnya telah menjadikan dalam rangka menghancurkan ka`bah فى تضليل maksudnya menjerumuskan mereka kedalam kerugian dan kebinasaan[12].

Dalam tafsir maraghi dijelaskan bahwa sesungguhnya kalian melihat apa yang telah dilakukan Allah dengan menggagalkan usha mereka. Sehingga menjadi pudar usaha yang mereka susun secara baik sebelumnya[13].

Korelasi yang terjadi pada ayat tersebut adalah sifatnya berkesesuaian yakni ayat yang pertama menggambarkan bagaimana persiapan tentara bergajah dalam menghancurkan ka`bah yang diridhai allah, kemudian ayat kedua dikuatkan oleh Allah bahwa usaha tersebut merupakan kesia-siaan.


2. Munasabah Antara Satu Surat Dengan Surat Yang Lainnya

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ

(lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan)

Penafsiran dalam jalalain adalah ; bagian daun yang dimakan oleh ternak, diinjak dan dicabik-cabiknya. Maksudnya Allah akan menghancurkan setiap orang dengan batu yang ada padanya dan termaktub pada batu itu nama orang yang akan dikenainya. Dan batu itu lebih besar dari pada adasah dan lebih kecil dari biji kacang Hums yang dapat menembus topi baja yang berjalan kaki beserta gajahnya, kemudian batu itu jatuh ketanah, setelah mengenai badan mereka, peristiwa itu terjadi pada tahun kelahiran nabi[14].

Kemudian penafsiran dalam maraghi adalah ; maka menjadikan keadaan mereka bagaikan dedaunan yang rusak atau dimakan ulat /hama. Dengan kata lain mereka bagaikan dedaunan yang dimakan hewan ternak dan bagian yang lain berserakan keluar dari mulut ternak setelah dikunyah[15].

Kolerasi ayat tersebut awal surat al-q’uraisy. Dalam penafsiran jalalain adalah ;

(karna kebiasaan orang-orang quraisy yaitu kebiasaan mereka)

Maksudnya kebiasaan yang terakhir adalah memberikan penekanan pada kebiasaan sebelumnya[16].

Kemudian dalam tafsir maraghi diungkapkan sebagi berikut ;

(karna kebiasaan orang quraisy yaitu kebiasaan mereka berpergian pada musim dingin dan panas).

Seyogyanya kaum quraisy menyembah tuhannya sebagi rasa syukur atas karunianya yang telah menjadikan mereka sebagai kaum pedangang yang banyak berpergian, sebagai akibat dari negeri yang tempati tandus. Bagi mereka berupa suatu kebiasaan melakukan perjalanan melakukan perjalanan untuk dagang dimusim dinggin ke Yaman. Mereka berbelanja parfum, rempah-rempah yang didatangkan dari India dan Teluk persi, lalu di pasarkan kenegeri mereka. Ketika musim panas mereka pergi ke Syam untuk berbelanja hasil pertanian untuk dibawa kenegri mereka yang minus[17].

Korelasi yang terjadi dalm surat Al-fiil dan Al-quraisy adalah ; dalam al-fiil terkandung penjelasan tentang nikmat allah yang di anugrahkan pada penduduk Makkah. Hal ini tampak dari penjelasan surat al-fiil yang menyebutkan bahwa Allah menghancurkan musuh-musuh mereka yang datang menghancurkan ka`bah. Kenudian pada surat al-quraisy dijelaskan tentang nikmat Allah yang dilimpahkan kepada mereka, yaitu terhimpunnya mereka dalam satu kesatuan yng kokoh. Sehingga mereka bisa melakukan perjalanan di musim panas dan dingin dalam usaha perdagangan. Korelasi yang terjadi sifatnya sebab-akibab.

3. Munasabah antara awal dengan akhir ayat pada satu surat

Munasabah yang dijelaskan di awal dan di akhir surat al-fiil yakni

(Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah)

Ayat tersebut berkorelasi dengan ayat ;

فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
(lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan)

Ayat diatas tidak ditafsirkan,mengingat telah ditafsir sebelumnya.adapun munasabah yang terjadi pada surat ini adalah ; pada awal surat dijelaskan pada keinginan pasukan bergajah yang dipimpin Abraham, untuk menghancurkan ka`bah yang tidak di ridhai Allah . dan Allah menunjukkan kemasa kuasaannya dalam menghalangi tentara bergajah. Kemudian pada akhir surat dijelaskan akibat yang diderita oleh tentara bergajah atas rencana buruk mereka untuk menghancurkan .ka`bah. adapun munasabah yangterjadi sifatnya berkesesuaian.

Untuk perbedaan dua penafsiran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tafsir jalalain

Ø Penafsirannya terkadang terjadi pemenggalan kata.
Ø Bahasanya ringkas
Ø Penafsiran secara zahir saja, tanpa ada penekanan pad kata-kata yang bisa mengandung perbedaan persepsi
Ø Penafsirnnya kadang agak kulit dicerna maksudnya karna tidak dalmnya pembahasan

2. Tafsir Maraghi

Ø Penafsirannya per-ayat dengan tanpa pemengalan kata
Ø Bahasanya lpebih komplek dibandingkan dengan tafsir jalalain
Ø Penafsirannya agak mendalam karna adanya penekanan pada kata-kata yang bisa menimbulkan pesepsi berbeda, seperti pada kata
Ø Penafsirannya agak mudah dipahami karna gaya bahasa yang digunakan sederhana.

Untuk perbedaan lebih lanjut dapat dicari sendiri yang sepertinya memerlukan perenungan (kontemplasi).


E.URGENSI MUNASABAH

Pembahasan munasabah tidak begitu menarik dibahas oleh ahli tafsir seperti pembahsan pada ilmu al-quran lainnya (ababu an nuzul,nasakh dan mansukh dll), kondisi ini terbukti dengan sedikitnya literatur mengenai munasabah itu. Namun kondisi ini bukan berarti tidak penting sebagai metode dalam memahami makna al-quran.

Disisi lain Zarkashi mensinyalir adanya faedah memahami munasabah untuk menafsirkan al-quran, yakni menjadikan bagian-bagian kalimat menjadi satu keutuhan, yang diungkapkan dengan sling keterkaitan antara satu dan lainnya sehingga membantu ahli tafsir dalm memahami makna yang terkandung dalam al-quran.

Pengetahuan terhadap munasabah tersebut bukanlah taufiqi, akan tetapi merupakan ijtihat mufassir, dan buah penghayatannya terhadap kemu`jizatan al-quran dan rahasia retorika dari segi keterangannya .yang mandiri. Apabila munasabah itu ,halujs ma`nanya, keharmonisan konteknya, sesuain asas kebahasaan dalam bahasa arab, maka mkunasabah itu bisa diterima[18].

F. Penutup

Munasabah merupakan satu dari sekian banyak metode dalm memahami kandungan al-quran. Dalam prosesnya dibutuhkan kreatifan raso dalam menemukan munasabah ayat. Namun tidaklah rasio digunakan secara bebas.

Ditinjau dari segi esensinya, maka munasabah terbagi tiga bentuk yakni munasabah satu ayat dengan ayat lainnya dalm satu surat, munasabah antara satu surat dengan surat lainnya, dan munasabah antara awal surat dengan akhir surat. Sebagi bukti jelas adanya munasnah seperti terlihat dari dua tafsir yang digunakan dalam menemukan munasabah tersebut.

Melihat agak rumitnya menemukan munasabah antara satu ayat dengan ayat lainnya, maka pendidikan merupakan satu solusi dalm mengatasinya. Namun tinjauan lain melihat bahwa dengan dijadikan al-quran sebagai ilmu yang dipelajari terutama disekolah agama, maka untuk melancarkan proses belajar-mengajar ada baiknya pendidik memahami munasabah, demi .mempermudah mentrnfer ilmu al-quran hingga lancarnya proses belajar-mengajar.

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Pengertian Munasabah al-quran Oleh: Masniari , anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com

Fawatihus suwar


FAWATIH AL SUWAR dan KHAWATIM AL SUWAR

Mukaddimah
Studi atas al-Qur’an telah banyak dilakukan oleh para ulama dan sarjana tempo dulu, termasuk para sahabat di zaman Rasulullah SAW. Hal itu tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Al-Qur’an adalah lautan ilmu yang tidak akan habis-habisnya untuk dikaji dari berbagai sisi. Di antara para ulama bahkan orientalis pun tidak ketinggalan untuk mengetahui rahasia di balik teks-teks al-Qur’an tersebut. Ada yang mencoba mengelaborasi dan melakukan eksplorasi lewat perspektif keimanan, histories, bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan, penafsiran serta telaah kepada huruf-hurufnya, adapula yang mengkaji dari segi sosio-kultural dan heurmeuneutika.

Salah satu pengkajian dan sekaligus pembuktian kemukjizatan Al Qur’an adalah kajian terhadap kata-kata pembuka dan kata-kata penutup Al Qur’an. Sebagai diketahui bahwa Al Qur’an terdiri dari 114 surat, ternyata diawali dengan beberapa macam pembukaan (fawatih al-suwar) dan diakhiri dengan berbagai macam penutupan (khawatim al-suwar).





A. Fawatih al-Suwar
1. Pengertian Fawatih al-Suwar
Secara etimilogis, fawatih al Suwar berarti pembukaan-pembukaan surat, karena posisinya berada di awal surat-surat dalam Al Qur’an. Manna Khalil Al Qhatthan dalam kitabnya Mabahits fi ulumil Qur’an mengidentikan fawatihus suwar dengan huruf-huruf yang terpisah (Al ahruful muqotho’ah).

2. Macam-macam Fawatih al-Suwar
Beberapa ulama telah melakukan penelitian tentang pembukaan surat Al Qur’an, diantaranya sebagai yang dilakukan oleh Ibnu Abi Al Asba’ menulis sebuah kitab yang secara mendalam membahas tentang bab ini, yaitu kitab Al Khaqathir Al sawanih fi Asrar Al Fawatih[1], Ia mencoba menggambarkan tentang beberapa kategori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam surat yang ada di dalam al Qur’an. Pembagian karakter pembukaannya adalah sebagai berikut. Pertama, pujian terhadap Allah SWT. yang dinisbatkan kepada sifat-sifat kesempurnaan Tuhan. Kedua, dengan menggunakan huruf-huruf hijaiyah; terdapat dalam 29 surat. Ketiga,dengan menggunakan kata seru (ahrufun nida); terdapat dalam sepuluh surat. Keempat,kalimat berita (jumlah khabariyah); terdapat dalam 23 surat. Kelima,dalam bentuk sumpah (Al Aqsam); terdapat dalam 15 surat. Sedangkan menurut Badruddin Muhammad Az Zarkasy[2] Allah SWT. telah memberikan pembukaan terhadap kitab-Nya dengan sepuluh macam bentuk dan tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam pembukaan itu. Al Qasthalani[3] dan Abu Syamah sebagai dikutip oleh As Suyuthi[4] memaparkan sepuluh macam pembukaan tersebut walaupun ada sedikit perbedaan. Berikut adalah pemaparan yang diutarakan oleh Al Qasthalani :
a. Pembukaan dengan pujian kepada Allah (al-istiftah bil al tsana). Pujian kepada Allah ada dua macam, yaitu :
1) Menetapkan sifat-sifat terpuji dengan menggunakan salah satu lafal berikut :
1.1. Memakai lafal hamdalah yakni dibuka dengan الحمد لله , yang terdapat dalam 5 surat yaitu : Q.S. Al Fatihah, Al An’am, Al Kahfi, Saba, dan Fathr.
1.2. Memakai lafal تبارك, yang terdapat dalam 2 surat yaitu Q.S. Al Furqon dan Al Mulk.
2) Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif (tanzih ‘an ssifatin naqshin) dengan menggunakan lafal tasbih terdapat dalam 7 surat yaitu : Q.S. Al Isra, al A’la, al Hadid, al Hasyr, as shaff, al jum’ah, dan at Taghabun.

b. Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus-putus (Al Ahruful Muqoto’ah).
Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14 huruf tanpa diulang, yakni ا,ح,ر,س,ص,ط,ع,ق,,ك,ل,م,ن,ه,ي . Penggunaan surat-surat tersebut dalam pembukaan surat-surat Al Qur’an disusun dalam 14 rangkaian, yang terdiri dari kelompok berikut :
1) Kelompok sederhana, terdiri dari satu huruf, terdapat dalam 3 surat, yakni ص (Q.S. Shad), ق(Q.S. Qof) ن (Q.S. Nun).
2) Kelompok yang terdiri dari dua huruf, terdapat dalam 3 rangkaian dan 9 surat, yakni حم (Q.S. Al Mu’min, Q.S. As Sajdah, Q.S. Az Zuhruf, Q.S. Ad Duhkan, Q.S. Al Jatsiyah, dan Q.S. Al Ahqaf); طه (Q.S. Thaha); طس (Q.S. An Naml); dan يس (Q.S. Yaasin).
3) Kelompok yang terdiri dari tiga huruf, terdapat dalam 3 rangkaian dan 13 surat, yakni : الم (Q.S. Al Baqoroh, Q.S. Ali Imron, Q.S. Ar Rum, Q.S. Lukman, dan Q.S. Sajdah); الر (Q.S. Yunus, Q.S. Hud, Q.S. Ibrahim, Q.S. Yusuf, dan Q.S. Al Hijr); dan طسم (Q.S. Al Qoshosh dan Q.S. As Syu’ara).
4) Kelompok yang terdiri dari 4 huruf, terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni المر (Q.S. Ar Ra’du) dan المص (Q.S. Al A’raf).
5) Kelompok yang terdiri dari 5 huruf terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni كهيعص (Q.S. Maryam) dan حم عسق (Q.S. As Syu’ra).

c. Pembukaan dengan panggilan (al istiftah bin nida).
Nida ini ada tiga macam, terdapat dalam 9 surat, yaitu nida untuk Nabi يا أيها النبي),( yang terdapat dalam Q.S. Al Ahzab, At Tahrim dan At Thalaq. ياأيها المزمل) ( dalam Q.S. al Muzammil dan term ( ياأيها المدثر ); nida untuk kaum mukminin dengan term ياأيها الدين امنوا terdapat dalam Q.S. Al Maidah dan Al hujurat, dan nida untuk umat manusia ياأيهاالناس terdapat dalam Q.S. An Nisa dan Q.S. Al Hajj.
Menurut As Suyuthi[5] pembukaan dengan panggilan ini terdapat dalam 10 surat, yakni ditambah dengan Q.S. Al Mumtahanah.

d. Pembukaan dengan kalimat (jumlah) khabariyah (al istiftah bi al jumal al khabariyah).
Jumlah khabariyah dalam pembukaan surat ada dua macam, yaitu :
1) Jumlah Ismiyyah
Jumlah ismiyah yang menjadi pembuka surat terdapat 11 surat, yaitu terdapat dalam Q.S. At Taubah, Q.S. An Nur, Q.S. Az Zumar, Q.S. Muhammad, Q.S. Al Fath, Q.S. Ar Rahman, Q.S. Al Haaqqah, Q.S. Nuh, Q.S. Al Qodr, Q.S. Al Qori’ah, dan Q.S. Al Kautsar.

2) Jumlah Fi’liyyah
Jumlah fi’liyah yang menjadi pembuka surat-surat Al Qur’an terdapat dalam 12 surat, yaitu : Q.S. Al Anfal, Q.S. An Nahl, Q.S. Al Qomar, Q.S. Al Mu’minun, Q.S. Al Anbiya, Q.S. Al Mujadalah, Q.S. Al Ma’arij, Q.S. Al Qiyamah, Q.S. Al Balad, Q.S. Abasa, Q.S. Al Bayyinah, Q.S. At Takatsur.

e. Pembukaan dengan sumpah (al istiftah bil qasam).
Sumpah yang digunakan dalam pembukaan surat-surat Al Qur’an ada tiga macam dan terdapat dalam 15 surat. Pembahasan selanjutnya dalam bab tersendiri.
f. Pembukaan dengan syarat (al istiftah bis syarat).
Syarat-syarat yang digunakan dalam pembukaan surat-surat Al Qur’an ada dua macam dan digunakan dalam 7 surat, yakni : Q.S. At Takwir, Q.S. Al Infithar, Q.S. Al Insiqaq, Q.S. Al Waqi’ah, Q.S. Al Munafiqun, Q.S. Al Zalzajah, dan Q.S. An Nashr.

g. Pembukaan dengan kata kerja perintah (al istiftah bil amr).
Berdasarkan penelitian para ahli, ada sekitar 6 kata kerja perintah yang menjadi pembukaan surat-surat Al Qur’an terdapat dalam Q.S. Al Alaq, Q.S. Jin, Q.S. Al Kafirun, Q.S. Al Falaq, dan Q.S. An Nas.

h. Pembukaan dengan pertanyaan (al istiftah bil istifham).
Bentuk pertanyaan ini ada dua macam, yaitu :
1. Pertanyaan positif yaitu pertanyaan dengan menggunakan kalimat positip. Pertanyaan dalam bentuk ini digunakan dalam 4 surat, yaitu : Q.S. Ad Dahr, Q.S. An Naba, Q.S. Al Ghasyiyah, dan Q.S. Al Maun.
2. Pertanyaan negatif, yaitu pertanyaan dengan menggunakan kalimat negatif, yang hanya terdapat dalam dua surat, yakni : Q.S. Al Insyirah dan Q.S. Al Fil.

i. Pembukaan dengan do’a (Al Istiftah bid du’a).
Pembukaan dengan doa ini terdapat dalam 3 surat, yaitu : Q.S. Al Muthaffifin, Q.S. Al Humazah, dan Q.S. Al Lahab.

j. Pembukaan dengan alasan (al istiftah bit ta’lil).
Pembukaan dengan alasan ini hanya terdapat dalam Q.S. Al Quraisy.

Selanjutnya As Suyuthi mengutip perkataan Abu Syamah yang mengatakan : “Apa yang kami telah sebutkan, dalam pembagian (pembukaan) dengan do’a dapat saja dimasukkan ke dalam pembagian khobar, begitu juga pembukaan dengan pujian seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam jenis khobar kecuali surat Al A’la dapat dimasukkan ke dalam bagian Amr dan ayat yang didahului dengan subhaana dapat mengandung amr dan khobar”.[6]

B. Khawatim al-Suwar
Sebagaimana pembuka surat, penutup surat pun memiliki keindahan tertentu. Alasannya, penutup surat merupakan akhir kesan yang didengar (dibaca) dari surat yang bersangkutan. Oleh karena itu, penutup surat memuat kandungan yang sarat dengan makna.

1. Pengertian
Khawatim merupakan bentuk jamak dari kata khatimah, yang berarti penutup atau penghabisan. Secara bahasa, khawatim al-suwar berarti penutup surat-surat Al Qur’an. Menurut istilah khawatim al-suwar adalah ungkapan yang menjadi penutup dari surat-surat al Qur’an yang memberi isyarat berakhirnya pembicaraan sehingga merangsang untuk mengetahui hal-hal yang dibicarakan sesudahnya.

2. Macam Khawatim Al-Suwar
Imam As Suyuthi dalam membahas khawatim al-suwar tidak begitu rinci sebagaimana menerangkan fawatihus suwar. Ia menerangkan beberapa bentuk term sebagai penutup dari surat-surat tersebut. Di situ diterangkan bahwa penutup surat diantaranya berupa : do’a, wasiat faroidl, tahmid, tahlil, nasihat-nasihat, janji dan ancaman, dll.[7]

Menurut sementara penelitian terhadap penutup surat-surat al Qur’an sedikitnya fawatihus suwar ada 18 macam[8], yaitu :
a. Penutup dengan mengagungkan Allah (At Ta’dzim) terdapat dalam 17 surat, yaitu : 1). Q.S. Al Maidah, 2). Al Anfal, 3). Al Anbiya, 4). An Nur, 5). Lukman, 6). Fathr, 7). Fushilat. 8). Al Hujurat, 9). Al Hadid, 10). Al Hasyr, 11). Al Jum’ah, 12). Al Munafiqun, 13). At Thaghabun, 14). At Thalaq, 15). Al Jin, 16). Al Mudatsir, 17). Al Qiyamah, dan 18). At tin.[9]
b. Penutupan dengan anjuran ibadah dan tasbih, terdapat dalam 6 surat, yaitu : 1). Q.S. al A’raf, 2). Hud, 3). Al Hijr, 4). At Thur, 5). An Najm, dan 6). Al ‘Alq.
c. Penutupan dengan pujian (at Tahmid).[10] Terdapat dalam 11 surat. Yakni : 1). Q.S. Al Isra, 2). An Naml, 3). Yasin, 4). As Shaff, 5). As Shafat, 6). Az Zumar, 7). Al Jatsiyah, 8). Ar Rahman, 9). Al Waqi’ah, 10). Al Haqqah, dan 11). An Nashr.
d. Penutupan dengan do’a, terdapat dalam 2 surat, yaitu : 1) Q.S. Al Mu’minun, 2). Al Baqoroh..
e. Penutupan dengan wasiat, terdapat dalam 7 surat, yaitu : 1). Ar Rum, 2). Ad Dukhan, 3). As Shaff, 4). Al A’la, 5). Al Fajr, 6). Ad Duha, 7). Al ‘Ashr.
f. Penutupan dengan perintah dan masalah taqwa, terdapat dalam Q.S. Ali Imron, An Nahl, dan Al Qomar.
g. Penutupan dengan masalah kewarisan, terdapat dalam Q.S. An Nisa.
h. Penutupan dengan janji dan ancaman, di antaranya terdapat dalam Q.S. Al Mujammil, Al Humazah, dll.
i. Penutupan dengan hiburan bagi Nabi saw., terdapat dalam Q.S. Al Kautsar, Al Kafirun, dll.
j. Penutupan dengan sifat-sifat Al Qur’an, seperti dalam Q.S. Yusuf, Q.S. Shad, dan Q.S. Al Qolam.
k. Penutupan dengan bantahan (al jadl), terdapat dalam Q.S. Ar Ra’d.
l. Penutupan dengan ketauhidan, terdapat dalam Q.S. At Taubah, Q.S. Ibrahim, Q.S. Al Kahfi, Q.S. Al Qashash, dll.
m. Penutupan dengan kisah, terdapat dalam Q.S. Maryam, at Tahrim, ‘Abasa, dan Al Fil.
n. Penutupan dengan anjuran jihad, terdapat dalam Q.S. Al Haj.
o. Penutupan dengan perincian maksud, seperti terdapat dalam Q.S. Al Fatihah, As Syu’ara, At Takwir, dll.
p. Penutupan dengan pertanyaan, seperti dalam Q.S. Al Mulk dan Al Mursalat.

C. Aqsam Al Quran
Ibnu Qoyyim dengan secara khusus mengulas masalah qosam ini dalam kitabnya, yaitu at Tibyan fi Ulumil Qur’an disitu beliau membahas secara panjang lebar hal-hal yang berhubungan dengan sumpah Allah SWT. Kedudukan Qosam dalam al Qur’an ada yang di awal surat dan ada pula selain di awal surat. Dalam makalah ini, penulis membatasi aqsam yang ada kaitannya dengan fawatihus suwar.

1. Pengertian Aqsam Al Qur’an
Aqsam adalah bentuk jama’ dari qasam yang berarti al half dan al yamin yang keduanya berarti sumpah. Qasam difenisikan sebagai “mengikat jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan ‘suatu makna’ yang dipandang besar, agung baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu”.[11] Aqsamul Qur’an, yaitu sumpah-sumpah yang disampaikan oleh Allah SWT. untuk meyakinkan kebenaran risalah yang dibawa oleh utusan-Nya, Muhammad saw.

2. Unsur-Unsur Shighat Qasam
Yang menjadi unsur-unsur sighat qasam ada tiga, yaitu : Fi’il Qosam, Muqsam bih, dan muqsam ‘alaih.
a. Fi’il Qosam
Sighat asli qasam ialah fi’il atau kata kerja “aqsama” atau “ahlafa” yang di-muta’addi(transitif)-kan dengan “ba” untuk sampai kepada muqsam bih. Oleh karena qasam sering digunakan dalam percakapan maka ia diringkas, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan “ba”. Kemudian “ba” pun diganti dengan “wawu’ yang dikenal dengan “wawu” qosam. Dalam fawatihus suwar, fi’il qasam digunakan dalam dua surat saja, yaitu surat Al Balad dan surat Al Qiyamah. Dan surat-surat yang diawali dengan sumpah semuanya surat Makiyyah.

b. Muqsam Bih
Muqsam bih adalah sesuatu yang digunakan untuk bersumpah, atau alat untuk bersumpah. Allah bersumpah dengan zat-Nya yang kudus dan mempunyai sifat-sifat khusus atau dengan ayat-ayat-Nya yang memantapkan eksistensi dan sifat-sifat-Nya. Dan sumpah-Nya dengan sebagian makhluk menunjukkan bahwa makhluk itu termasuk salah satu ayat-Nya yang besar. Menurut Muhammad Ahmad Ma’bad[12], Allah SWT. bersumpah dengan makhluk-Nya atas beberapa segi :
1) Sumpah dengan membuang mudof, contoh :
ÈûüÏnG9$#ur È بمعنى ورب التين
2) Orang-orang Arab sebelum turun Al Qur’an mereka mengagumi makhluk-makhluk itu dan mereka bersumpah dengannya. Maka Qur’an turun sebagaimana yang mereka ketahui.
3) Sumpah-sumpah itu keadaannya mengagungkan yang bersumpah dan memuliakannya.

c. Muqsam ‘Alaih
Muqsam ‘alaih ialah sesuatu yang karenanya sumpah diucapkan yang dinamakan dengan jawab qosam. Menurut penelaahan Ibnu Qoyyim[13]keadaan muqsam ‘alaih adalah urusan-urusan yang ghaib dan tersembunyi. Adapun urusan-urusan yang dhahir, tidak perlu disumpahi seperti adanya matahari, bulan dan sebagainya.
Adapun hakikat yang disumpahi menurut Ibnu Qoyyim[14] ada lima hal yaitu :
1) Pokok-pokok keimanan, seperti dalam Q.S. As Shofat
ÏM»¤ÿ¯»¢Á9$#ur $yÿ¹ ÇÊÈ ÏNºtÅ_º¨“9$$sù #\ô_y— ÇËÈ ÏM»uŠÎ=»­G9$$sù #·ø.ÏŒ ÇÌÈ ¨bÎ) ö/ä3yg»s9Î) Ó‰Ïnºuqs9
1. Demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya
2. Dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat),
3. Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran,
4. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.

2) Kebenaran Al Qur’an, seperti dalam Q.S. Ad Dukhon :
üNm ÇÊÈ É=»tGÅ6ø9$#ur ÈûüÎ7ßJø9$# ÇËÈ !$¯RÎ) çm»oYø9t“Rr& ’Îû 7's#ø‹s9 >px.t»t6•B 4 $¯RÎ) $¨Zä. z`ƒÍ‘É‹ZãB ÇÌÈ $pkŽÏù ä-tøÿム‘@ä. @øBr& AOŠÅ3ym ÇÍÈ #\øBr& ô`ÏiB !$tRωYÏã 4 $¯RÎ) $¨Zä. tû,Î#Å™öãB Ç
1. Haa miim
2. Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan,
3. Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.
4. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah
5. (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya kami adalah yang mengutus rasul-rasul,

3) Allah bersumpah bahwa Rasul itu benar, seperti dalam Q.S. Yasin :
û§ƒ ÇÊÈ Éb#uäöà)ø9$#ur ÉO‹Å3ptø:$# ÇËÈ y7¨RÎ) z`ÏJs9 tûüÎ=y™ößJø9$# ÇÌÈ 4’n?tã :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡•B ÇÍÈ Ÿ@ƒÍ”\s? Í“ƒÍ•yèø9$# ËLìÏm§9$# ÇÎ
1. Yaa siin
2. Demi Al Quran yang penuh hikmah,
3. Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul,
4. (yang berada) diatas jalan yang lurus,
5. (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,

4) Allah bersumpah bahwa balasan, janji dan ancaman itu benar akan terjadi, seperti dalam Q.S. Ad Dzariyat :
ÏM»tƒÍ‘º©%!$#ur #Yrö‘sŒ ÇÊÈ ÏM»n=ÏJ»ptø:$$sù #\ø%Ír ÇËÈ ÏM»tƒÌ»pgø:$$sù #ZŽô£ç„ ÇÌÈ ÏM»yJÅb¡s)ßJø9$$sù #·øBr& ÇÍÈ $oÿ©VÎ) tbr߉tãqè? ×-ÏŠ$Ás9 ÇÎÈ ÏM»tƒÍ‘º©%!$#ur #Yrö‘sŒ ÇÊÈ ÏM»n=ÏJ»ptø:$$sù #\ø%Ír ÇËÈ ÏM»tƒÌ»pgø:$$sù #ZŽô£ç„ ÇÌÈ ÏM»yJÅb¡s)ßJø9$$sù #·øBr& ÇÍÈ $oÿ©VÎ) tbr߉tãqè? ×-ÏŠ$Ás9 ÇÎÈ ¨bÎ)ur tûïÏe$!$# ÓìÏ%ºuqs9 ÇÏÈ
1. Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat.
2. Dan awan yang mengandung hujan,
3. Dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah.
4. Dan (Malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan[1414],
5. Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar.
6. Dan Sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi.

5) Keadaan manusia, seperti Q.S. 92: 1, Q.S. 100: 1.
È@ø‹©9$#ur #sŒÎ) 4Óy´øótƒ ÇÊÈ Í‘$pk¨]9$#ur #sŒÎ) 4’©?pgrB ÇËÈ $tBur t,n=y{ tx.©%!$# #Ós\RW{$#ur ÇÌÈ ¨bÎ) ö/ä3u‹÷èy™ 4Ó®Lt±s9 ÇÍÈ
1. Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
2. Dan siang apabila terang benderang,
3. Dan penciptaan laki-laki dan perempuan,
4. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.


3. Macam-Macam Qasam
Qasam itu adakalanya zahir (jelas, tegas) dan adakalanya mudmar (tersembunyi, tersirat).
a. Zahir
Zahir ialah sumpah yang di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih. Dan di antaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jarr berupa “ba”, “wawu” dan “ta”.


b. Mudmar
Yaitu yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang masuk ke dalam jawab qosam, seperti firman Allah dalam Q.S. Ali Imron: 186
žcâqn=ö7çFs9 þ’Îû öNà6Ï9ºuqøBr& öNà6Å¡àÿRr&ur
(kamu sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu). Maksudnya, Demi Allah, kamu sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu.

4. Faedah Qosam
Al Qur’anul Karim diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam dalam kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan kabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.
Sebagaimana diterangkan di atas, bahwa pada fawatihus suwar terdapat qasam, karena yang dihadapi adalah orang-orang Arab Jahillyah yang notabene mereka meragukan keesaan Allah SWT. dan kebenaran Nabi Muhammad saw. Gibb mengatakan :”Pada awal Muhammad saw. menyiarkan agama, wejangan-wejangan dikeluarkan dalam gaya orakel yang ngotot, berbentuk kalimat pendek bersajak, kerap kali samar, dan kadang-kadang didahului oleh satu atau beberapa sumpah menurut adat” [15] Sementara itu mereka mengagumi ciptaan-ciptaan-Nya. Maka Allah SWT. memakai sumpah-sumpah dengan apa yang mereka kagumi.

D. Kaitan Fawatihus suwar, Khawatimus suwar dan Aqsam dengan pesan surat

Al Qur’an memang benar-benar wahyu dari Allah SWT. yang mengandung mukjizat ditinjau dari berbagai segi, termasuk dengan pembuka dan penutup surat-surat yang para ulama berusaha mengungkap rahasia-rahasia di balik itu semua.
Menurut Ahli bayan dari segi balaghah, fawatihus suwar merupakan husnul ibtida karenanya kalimat pertama merupakan kalimat yang akan mempengaruhi hati si pendengar, sebagai kesan pertama. Begitu juga dalam Khawatim, dengan penutup yang indah akan memberikan kesan yang indah yang akan membuat si pendengar penasaran ingin mendengarkan selanjutnya. Kata As Suyuthi[16] dengan sampainya pada penutup surat, pembaca sangat puas atas uraian yang telah dikemukakan oleh surat bersangkutan sehingga tidak ada perasaan heran yang tersisa.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa di antara Fawatihus suwar adalah huruf-huruf muqoto’ah yaitu huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: alif laam miim, alif laam raa, alif laam miim shaad dan sebagainya. Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan : Diantara ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya. Di bawah ini adalah beberapa pendapat tentang fawatihus suwar (al ahruful muqoto’ah) :
Golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, sebagaimana pendapat Abdurrhman bin Zaid bin Aslam.[17]
Golongan yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian para pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. Kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w. semata-mata, maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.[18]
Golongan yang berpendapat bahwa ia itu adalah nama dari nama-nama Allah Ta’ala. Pendapat ini dikemukakan oleh Salim bin Abdullah dan As Sudy yang bersumber dari Ibnu Abbas dengan menerangkan alif laam miim dengan alif (Ana) lam (Allah), mim (a’lamu).[19]
Ar Razi mengutip pendapat Abul Aliyah yang berpendapat bahwa huruf-huruf itu isyarat mengenai masa keberadaan kaum yang diterangkan dalam surat tersebut. Misalnya alif masa satu tahun lam 30 tahun dan min 40 tahun.[20]
Menurut Al Hubbi, awal surat yang berupa merupakan bentuk peringatan kepada Nabi SAW. Dikatakan bahwa Allah mengetahui bagian-bagian waktu yang nabi sebagai seorang manusia kadang sibuk. Maka dari itu Jibril menyampaikan Firman Allah seperti alif lam min dengan suara Jibril, supaya nabi menerima dan memperhatikannya.[21]

Dr. Nashr Hamid menerangkan, "apabila dikoleksi pendapat-pendapat mengenai huruf-huruf muqoto'ah maka akan mencapai tiga belas ta'wil. Dan masing-masing ulama tidak dapat memaksakan pendapatnya pada satu pendapat".[22]

Dalam Kitab Al Qowaidul Hisan fit Tafsiril Qur’an[23] disebutkan Allah SWT. menutup ayat-ayat-Nya dengan Al Asmaul Husna dengan tujuan menjelaskan bahwasanya hukum yang disebutkan dalam surat tersebut berkaitan dengan Nama-Nya. Selanjutnya di dalam kitab tersebut disebutkan kalau kita mencermati ayat-ayat yang diakhiri dengan Asmaul Husna, kita akan mendapati bahwasanya syari’at, perintah dan makhluk semuanya berasal dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya, yang kita terikat dengannya.

Ada keserasian yang mendalam antara pembuka, ayat setelahnya bahkan dengan penutup surat yang bersangkutan. Sebagai contoh di dalam surat al-fatihah ada ayat yang berbunyi :
$tRω÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ
Artinya, “Tunjukilah Kami jalan yang lurus”.

Ayat di atas mengandung permohonan untuk memperoleh hidayah. Dalam surat al-Baqoroh, Allah SWT. Mengabulkan permohonan tersebut dengan membuka dengan tiga huruf yang terpotong-potong disambung dengan ayat keduanya yang menerangkan bahwa petunjuk yang dipinta itu adalah al-Qur’an yang tidak diragukan lagi. Selanjutnya diterangkan berbagai aturan-aturan yang harus dijalankan. Maka sebagai manusia yang lemah, maka Allah menuntun kepada kita di akhir surat al-Baqoroh itu dengan do’a, permohonan agar jangan diberi beban yang terlalu berat, agar dikuatkan dalam melaksanakannya, dan agar diberi pertolongan dalam mengemban tugas tersebut dari gangguan-gangguan orang-orang yang tidak suka petunjuk Allah tegak di muka bumi ini. Wallahu a’lam bis showab.
Selanjutnya pembahasan secara detail yang berhubungan dengan kaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat akan dibahas pada materi Munasabah bainal ayat wal ayat ….




E. Nilai-nilai pendidikan dalam Fawatihus suwar, Khawatimus suwar dan Aqsamul qur’an
Kondisi peserta didik bermacam ditinjau dari berbagai sisi. Oleh sebab itu perlu diadakan pendekatan-pendekatan dan metode-metode yang mengantarkan peserta didik sampai pada tujuan yang ingin ia capai. Dalam Fawatihus suwar dan khawatimus suwar kita dapat menemukan formula-formula dalam metode didaktik.
Di dalam Fawatih dan Khawatim, kita dapat mempelajari bagaimana tekhnik membuka dan menutup suatu pelajaran.
Appersepsi yang berarti menafsirkan buah pikiran dikenal dalam dunia pendidikan sebagai prakondisi sebelum siswa masuk pada materi pembelajaran. Menurut Herbart[24], Appersepsi adalah memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada. Disini terjadi asosiasi antara tanggapan yang baru dengan yang lama. Appersepsi membangkitkan minat dan perhatian untuk sesuatu.
Dalam kaitannya dengan fawatih, salah satu pendapat bahwa huruf muqoto'ah adalah membangkitkan minat orang-orang Arab untuk memperhatikan apa kelanjutan dari huruf-huruf tersebut.
Dalam Fawatih dan Khawatim terdapat model pertanyaan. Diungkapkan oleh S. Nasution, bahwa pertanyaan itu penting di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaan, kesangsian, keragu-raguan adalah sumber aktivitas mental. Pertanyaan adalah stimulus yang mendorong anak untuk berpikir dan belajar. Selanjutnya beliau menerangkan sebelas fungsi dan tujuan pertanyaan di antaranya :
1. Membangkitkan minat untuk sesuatu, sehingga timbul keinginan untuk mempelajarinya;
2. Mengubah pendirian, kepercayaan atau prasangka yang tak sesuai.
3. …[25]

Dalam proses belajar mengajar ada komponen yang tidak kalah pentingnya yaitu evaluasi. Evaluasi yaitu tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu, atau dapat diartikan sebagai tindakan atau proses untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pendidikan.[26] Salah satu contoh dari Khawatimus suwar, perhatikan akhir surat berikut :
ö@è% ÷Läê÷ƒuäu‘r& ÷bÎ) yxt6ô¹r& ö/ä.ät!$tB #Y‘öqxî `yJsù /ä3‹Ï?ù'tƒ &ä!$yJÎ/ ¤ûüÏè¨B ÇÌÉ
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; Maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?".[27]

Kesimpulan dan Khatimah
Dalam pembahasan ini, setidaknya ada 3 kesimpulan yang dapat kita ambil, yaitu :
Al Qur'an memang benar-benar wahyu Allah SWT.
Dalam membuka dan menutup surat-surat, Allah SWT. Menggunakan beberapa metode yang dapat diformulasikan sebagai metode didaktik Allah kepada Nabi Muhammad dan kepada umat-Nya.
Metode-metode pembuka dan penutup surat dapat diaplikasikan dalam proses KBM.

Demikianlah makalah yang sederhana ini disusun, mudah-mudahan ada guna dan manfaatnya.














[1] Muhammad Chirzin, Al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogya: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), hal. 62.
[2] Az Zarkasyi, Al Burhan fi ulumil Qur’an (CD Rom Maktabah Syamilah), Juz I hal. 164.
[3] Sebagai dikutip oleh Supiana, M.Ag dan M. Karman, M.Ag dalam Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), hal. 172.
[4] Lihat As Suyuthi dalam Al Itqon fi ulumil quran ( Beirut: Darul fikr, t.t.), juz 2 hal. 105.
[5] Ibid., juz 2 hal. 106.
[6] Ibid.
[7] Ibid., juz 2 hal. 107.
[8] Supiana, ibid., hal. 178.
[9] Surat ini dapat pula dimasukkan ke dalam bentuk penutupan dengan pertanyaan.
[10] Penutupan ini tidak persis di akhir surat, tetapi pada sebelumnya.
[11] Manna’ul Qoththon, Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an (Bogor: Litera Antar Nusa, 1992), hal. 410.
[12] Muhammad Ahmad Ma’bad, Nafhaat min Ulumil Qur’an (Mesir: Darus Salam, 1996), hal. 97.
[13] Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, at Tibyan fi Alsamil Qur’an (Beirut: Darul Fikr, t.t.), hal. 3.
[14] Ibid., hal. 4.
[15] Lihat Islam dalam Lintasan Sejarah oleh Sir Hamilton Alexander Rosskeen Gibb Penerbit Bhratara Karya Aksara - Jakarta 1983
[16] Muhammad bin Alawy, Zubdah al Itqon fi ulumil Qur'an (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 299.
[17] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anil ‘Adzim (Bandung, Diponegoro, 1991), juz 1 hal. 61.
[18] Qur'an in word
[19] Ibnu Katsir, ibid.
[20] Ibid.
[21] Chirzin, ibid., hal. 63.
[22] Nashr Hamid Abu Zaid, Mafhumun Nash; dirasah fi ulumil Qur'an (Mesir: Markaz Staqofy Al Araby, 2000), hal. 194.
[23] Al Qowaidul Hisan, Juz 1 hal. 49, CD Al Maktabah As Syamilah.
[24] Dalam S. Nasution, Prof. Dr. Didaktik Asas Asas Mengajar (Jemmars Bandung, 1986), hal. 158.
[25] Ibid., hal. 162.
[26] Lihat A. Tabrani Rusyan, Drs. Dkk. Pendekatan dalam proses belajar mengajar (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 209.
[27] Q.S. Al Mulk : 30.

Munasabah


Munasabah Dalam Al Qur'an


            Dalam menafsirkan suatu ayat dalam al Qur’an diperlukan berbagai ilmu yang dapat mendukung atau memudahkan mufasir untuk menafsirkan suatu ayat. Salah satu ilmu tersebut adalah munasabah. Meskipun Nabi dan para sahabat tidak membahas tentang munasabah akan tetapi ilmu tersebut dapat diterapkan saat ini terlebih jika seseorang belum mengetaui sebab turunnya (asbabun nuzul) suatu ayat maka ilmu munasabah ini tentunya bisa memudahkan. Akan tetapi tidak semua ayat mempunyai keterkaitan sehingga bila tidak ditemukan suatu keterkaitan maka hal tersebut tidak bisa dipaksakan karena itu termasuk mengada-ada.
            Ilmu munasabah disini tidak bisa menggantikan ilmu asbabun nuzul karena suatu ayat turun berdasarkan suatu peristiwa atau kejadian maka dalam memaknai atau menafsirkan suatu ayat al Qur’an akan lebih relevan jika seorang mufasir mengetahui sebab turunnya suatu ayat. Dalam hal ini ilmu munasabah merupakan salah satu alternative yang bisa dipilih oleh seorang mufasir ketika hendak menafsirkan suatu ayat. Karena antara ayat yang satu dengan yang lainnya terkadang merupakan penjelas dari ayat lainnya. 

A.     Pengertian Munasabah
Kata munasabah secara etimologi, menurut As-Suyuti berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Sedangkan secara terminologi, ilmu munasabah adalah ilmu yang persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan surat yang lain.[1] Ilmu ini menjelaskan antara beberapa ayat atau surat yang memiliki hubungan sebab akibat, abstrak dan konkrit, umum dan khusus, antara ‘illat dan ma’lulnya, antara rasional dan irrasional atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi.[2]
B.     Sejarah Perkembangan Pengetahuan Munasabah
Berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana dalam mushaf utsmani yang tidak sesuai dengan urutan turunnya ayat, melahirkan sebuah ilmu pengetahuan yaitu ilmu munasabah yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antar ayat atau surat. Ilmu munasabah sendiri diperkenalkan oleh imam abu bakar An-Naisaburi.
C.     Cara Mengetahui Munasabah
            Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai munasabah merupakan ijtihadi karena tidak ditemukan riwayat baik dari Nabi saw. maupun sahabat. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya karena al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwayang ada pada masa itu. Ketika tidak ditemukan munasabah antar suatu ayat maka tidak diboleh memaksakan diri.[3]
            Menurut As-Suyuti ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menentukan munasabah:
1.      Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.      Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.      Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut terdapat hubungan atau tidak.
4.      Dalam mengambil kesimpulan hendaknya memperhatikan ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.[4]
D.    Macam-Macam Munasabah
Berikut adalah beberapa macam munasabah dalam al-Qur’an:[5]
a.       Munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya
Munasabah disini berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat Al-Fatihah: 1 berkorelasi dengan surat Al-Baqarah: 152 dan 186.
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ   
Artinya: “ segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ  
Artinya: “karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ((#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  
Artinya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Pada munasabah jenis ini menjelaskan hubungan khusus surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah merupakan hubungan stilistika kebahasaan sedangkan hubungan umumnya lebih berkaitan dengan isi dan kandungan.
b.      Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing. Seperti surat Al-Baqarah, surat Yusuf, surat An-Naml dan surat Al-Jinn.
øŒÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù'tƒ br& (#qçtr2õs? Zots)t/ ( (#þqä9$s%$tRäÏ­Gs?r& #Yrâèd ( tA$s% èŒqããr& «!$$Î/ ÷br& tbqä.r& z`ÏB šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÏÐÈ   (#qä9$s% äí÷Š$#$uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ÖÚÍ$sù Ÿwur íõ3Î/8b#uqtã šú÷üt/ y7Ï9ºsŒ ( (#qè=yèøù$$sù $tB šcrãtB÷sè? ÇÏÑÈ   (#qä9$s% äí÷Š$# $oYs9 š­/u ûÎiüt6ム$oY©9 $tB$ygçRöqs9 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ âä!#tøÿ|¹ ÓìÏ%$sù $ygçRöq©9 Ý¡s? šúï̍Ï໨Z9$# ÇÏÒÈ  (#qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd ¨bÎ) ts)t6ø9$# tmt7»t±s? $uZøŠn=tã !$¯RÎ)ur bÎ) uä!$x© ª!$#tbrßtGôgßJs9 ÇÐÉÈ   tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ×Aqä9sŒ çŽÏVè? uÚöF{$# ŸwurÅ+ó¡s? y^öptø:$# ×pyJ¯=|¡ãB žw spuÏ© $ygÏù 4 (#qä9$s% z`»t«ø9$# |M÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ 4 $ydqçtr2xsù$tBur (#rߊ%x. šcqè=yèøÿtƒ ÇÐÊÈ  
Artinya: “dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?"Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi Kami dan Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (Q.S. Al-Baqarah: 67-71).
c.       Munasabah antarbagian suatu ayat
Munasabah macam ini adakalanya memakai huruf athof yang biasanya memakai bentuk berlawanan (mutadhodat), misalnya penggunaan  dan ﺃﻢ . Sedangkan yang tidak menggunakan huruf athof sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah yang dapat mengambil bentuk:[6]
a)      At-Tanzir, yaitu membandingkan dua hal yang sebanding.
šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ 
 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍurÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Q.S. Al-Anfal: 3-4)

b)      Al-Mudhodat, yaitu berlawanan, seperti terlihat dalam surat Al-Hadid: 4

uqèd Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& §NèO 3uqtGó$# n?tã Ä¸óyêø9$# 4ÞOn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøƒs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\tƒ z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# $tBur ßlã÷ètƒ$pkŽÏù ( uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=uK÷ès? ×ŽÅÁt/ ÇÍÈ  
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Antara kata “yaliji” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar), serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya’ruju” (naik) terdapat korelasi perlawanan.
c)      Al-Istithad, yaitu peralihan pada penjelasan lain, missal Q.S. Al-A’raf:26)
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ôs% $uZø9tRr& ö/ä3øn=tæ $U$t7Ï9 ÍºuqムöNä3Ï?ºuäöqy$W±Íur ( â¨$t7Ï9ur 3uqø)­G9$# y7Ï9ºsŒ ×Žöyz 4 šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$#óOßg¯=yès9 tbr㍩.¤tƒ ÇËÏÈ  
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Ayat tersebut menjelaskan nikmat Allah SWT., sedang di tengahnya ada kata (3uqø)­G9$#â¨$t7Ï9ur) yang mengalihkan perhatian pada penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah terlihat antara menutup aurat dengan kata-kata takwa.
d)      At-Takhollus (peralihan), peralihan disini adalah peralihan terus menerus dan tidak kembali lagi pada pembicaraan awal.
d.      Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
Munasabah ini ada yang terlihat jelas dan ada pula yang tidak jelas, yang terlihat jelas biasanya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), itiradh (bantahan), dan tasydid (penegasan). Sedangkan yang tidak jelaas dapat dilihat melalui qara’in ma’nawiyah (hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola, yaitu at-tanzir (perbandingan).
e.       Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di sampingnya
Misalnya alam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 20, Allah SWT. memulai penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayat berikutnya dibicarakab tiga kelompok mannusia dan sifat mereka yang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir dan munafik.
f.        Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat
Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu, diantaranya adalah untuk menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat dan member penjelasan tambahan.
g.       Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
            Contohny terdapat dalam surat Al-Qashas yang bermula dengan menjelaskanperjuangan Nabi Musa dalam berhadapan dengan kekejaman Fir’aunAtas perintah dan pertolongan Allah SWT., Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat, Allah SWT. menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad saw. yang mendapat tekanan dari kaumnya dan janji Allah SWT. atas kemenangannya. Kemudian jika di awal surat dikemukakan bahwa Nabi Musa tidak menolong orang kafir. Munasabahnya terletak pada sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.
h.       Munasabah antar penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya
Misalnya pada permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih yang bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, yaitu Al-Waqiah. Atau pada akhir surat Al-Fatihah dengan awal surat Al-Baqarah.
E.     Urgensi Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur’an
Beberapa manfaat mempelajari munasabah antara lain:
1.      Dapat mengembangkan sebagian anggapan orang bahwa tema-tema al Qur’an kehilangan relevansinya antara satu bagian dengan bagian lainnya.
2.      Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al Qur’an baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3.      Mengetahui mutu dan tingkat ke-balagha-an bahasa al Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya serta persesuaian ayat atau surat yang satu dengan yang lain.
4.      Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.[7]
5.      Berperan menggantikan ilmu asbabun nuzul apabila tidak mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi mengetahui korelasi ayat dengan ayat yang lain.[8]
6.      Dari sisi balaghah, korelasi ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al Qur’an sehingga apabila dipenggal maka keserasian, kehalusan dan keindahan ayat akan hilang.[9]
F.      Penutup
            Meskipun ilmu munasabah merupakan hasil ijtihadi dan bukan berasal dari Rasulullah secara langsung melalui haditsnya tetapi perlu sekiranya kita tetap menggunakan ilmu munasabah dalam memahami makna yang terkandung dalam suatu ayat al Qur’an. Karena dengan ilmu tersebut tentunya bisa lebih memudahkan untuk memahami ayat al Qur’an. Selain itu terdapat pula urgensi lain yang telah disebutkan di atas.

Munasabah Dalam Al Qur'an


            Dalam menafsirkan suatu ayat dalam al Qur’an diperlukan berbagai ilmu yang dapat mendukung atau memudahkan mufasir untuk menafsirkan suatu ayat. Salah satu ilmu tersebut adalah munasabah. Meskipun Nabi dan para sahabat tidak membahas tentang munasabah akan tetapi ilmu tersebut dapat diterapkan saat ini terlebih jika seseorang belum mengetaui sebab turunnya (asbabun nuzul) suatu ayat maka ilmu munasabah ini tentunya bisa memudahkan. Akan tetapi tidak semua ayat mempunyai keterkaitan sehingga bila tidak ditemukan suatu keterkaitan maka hal tersebut tidak bisa dipaksakan karena itu termasuk mengada-ada.
            Ilmu munasabah disini tidak bisa menggantikan ilmu asbabun nuzul karena suatu ayat turun berdasarkan suatu peristiwa atau kejadian maka dalam memaknai atau menafsirkan suatu ayat al Qur’an akan lebih relevan jika seorang mufasir mengetahui sebab turunnya suatu ayat. Dalam hal ini ilmu munasabah merupakan salah satu alternative yang bisa dipilih oleh seorang mufasir ketika hendak menafsirkan suatu ayat. Karena antara ayat yang satu dengan yang lainnya terkadang merupakan penjelas dari ayat lainnya. 

A.     Pengertian Munasabah
Kata munasabah secara etimologi, menurut As-Suyuti berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Sedangkan secara terminologi, ilmu munasabah adalah ilmu yang persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan surat yang lain.[1] Ilmu ini menjelaskan antara beberapa ayat atau surat yang memiliki hubungan sebab akibat, abstrak dan konkrit, umum dan khusus, antara ‘illat dan ma’lulnya, antara rasional dan irrasional atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi.[2]
B.     Sejarah Perkembangan Pengetahuan Munasabah
Berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana dalam mushaf utsmani yang tidak sesuai dengan urutan turunnya ayat, melahirkan sebuah ilmu pengetahuan yaitu ilmu munasabah yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antar ayat atau surat. Ilmu munasabah sendiri diperkenalkan oleh imam abu bakar An-Naisaburi.
C.     Cara Mengetahui Munasabah
            Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai munasabah merupakan ijtihadi karena tidak ditemukan riwayat baik dari Nabi saw. maupun sahabat. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya karena al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwayang ada pada masa itu. Ketika tidak ditemukan munasabah antar suatu ayat maka tidak diboleh memaksakan diri.[3]
            Menurut As-Suyuti ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menentukan munasabah:
1.      Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.      Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.      Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut terdapat hubungan atau tidak.
4.      Dalam mengambil kesimpulan hendaknya memperhatikan ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.[4]
D.    Macam-Macam Munasabah
Berikut adalah beberapa macam munasabah dalam al-Qur’an:[5]
a.       Munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya
Munasabah disini berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat Al-Fatihah: 1 berkorelasi dengan surat Al-Baqarah: 152 dan 186.
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ   
Artinya: “ segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ  
Artinya: “karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ((#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  
Artinya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Pada munasabah jenis ini menjelaskan hubungan khusus surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah merupakan hubungan stilistika kebahasaan sedangkan hubungan umumnya lebih berkaitan dengan isi dan kandungan.
b.      Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing. Seperti surat Al-Baqarah, surat Yusuf, surat An-Naml dan surat Al-Jinn.
øŒÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù'tƒ br& (#qçtr2õs? Zots)t/ ( (#þqä9$s%$tRäÏ­Gs?r& #Yrâèd ( tA$s% èŒqããr& «!$$Î/ ÷br& tbqä.r& z`ÏB šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÏÐÈ   (#qä9$s% äí÷Š$#$uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ÖÚÍ$sù Ÿwur íõ3Î/8b#uqtã šú÷üt/ y7Ï9ºsŒ ( (#qè=yèøù$$sù $tB šcrãtB÷sè? ÇÏÑÈ   (#qä9$s% äí÷Š$# $oYs9 š­/u ûÎiüt6ム$oY©9 $tB$ygçRöqs9 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ âä!#tøÿ|¹ ÓìÏ%$sù $ygçRöq©9 Ý¡s? šúï̍Ï໨Z9$# ÇÏÒÈ  (#qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd ¨bÎ) ts)t6ø9$# tmt7»t±s? $uZøŠn=tã !$¯RÎ)ur bÎ) uä!$x© ª!$#tbrßtGôgßJs9 ÇÐÉÈ   tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ×Aqä9sŒ çŽÏVè? uÚöF{$# ŸwurÅ+ó¡s? y^öptø:$# ×pyJ¯=|¡ãB žw spuÏ© $ygÏù 4 (#qä9$s% z`»t«ø9$# |M÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ 4 $ydqçtr2xsù$tBur (#rߊ%x. šcqè=yèøÿtƒ ÇÐÊÈ  
Artinya: “dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?"Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi Kami dan Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (Q.S. Al-Baqarah: 67-71).
c.       Munasabah antarbagian suatu ayat
Munasabah macam ini adakalanya memakai huruf athof yang biasanya memakai bentuk berlawanan (mutadhodat), misalnya penggunaan  dan ﺃﻢ . Sedangkan yang tidak menggunakan huruf athof sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah yang dapat mengambil bentuk:[6]
a)      At-Tanzir, yaitu membandingkan dua hal yang sebanding.
šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ 
 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍurÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Q.S. Al-Anfal: 3-4)

b)      Al-Mudhodat, yaitu berlawanan, seperti terlihat dalam surat Al-Hadid: 4

uqèd Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& §NèO 3uqtGó$# n?tã Ä¸óyêø9$# 4ÞOn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøƒs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\tƒ z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# $tBur ßlã÷ètƒ$pkŽÏù ( uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=uK÷ès? ×ŽÅÁt/ ÇÍÈ  
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Antara kata “yaliji” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar), serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya’ruju” (naik) terdapat korelasi perlawanan.
c)      Al-Istithad, yaitu peralihan pada penjelasan lain, missal Q.S. Al-A’raf:26)
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ôs% $uZø9tRr& ö/ä3øn=tæ $U$t7Ï9 ÍºuqムöNä3Ï?ºuäöqy$W±Íur ( â¨$t7Ï9ur 3uqø)­G9$# y7Ï9ºsŒ ×Žöyz 4 šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$#óOßg¯=yès9 tbr㍩.¤tƒ ÇËÏÈ  
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Ayat tersebut menjelaskan nikmat Allah SWT., sedang di tengahnya ada kata (3uqø)­G9$#â¨$t7Ï9ur) yang mengalihkan perhatian pada penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah terlihat antara menutup aurat dengan kata-kata takwa.
d)      At-Takhollus (peralihan), peralihan disini adalah peralihan terus menerus dan tidak kembali lagi pada pembicaraan awal.
d.      Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
Munasabah ini ada yang terlihat jelas dan ada pula yang tidak jelas, yang terlihat jelas biasanya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), itiradh (bantahan), dan tasydid (penegasan). Sedangkan yang tidak jelaas dapat dilihat melalui qara’in ma’nawiyah (hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola, yaitu at-tanzir (perbandingan).
e.       Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di sampingnya
Misalnya alam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 20, Allah SWT. memulai penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayat berikutnya dibicarakab tiga kelompok mannusia dan sifat mereka yang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir dan munafik.
f.        Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat
Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu, diantaranya adalah untuk menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat dan member penjelasan tambahan.
g.       Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
            Contohny terdapat dalam surat Al-Qashas yang bermula dengan menjelaskanperjuangan Nabi Musa dalam berhadapan dengan kekejaman Fir’aunAtas perintah dan pertolongan Allah SWT., Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat, Allah SWT. menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad saw. yang mendapat tekanan dari kaumnya dan janji Allah SWT. atas kemenangannya. Kemudian jika di awal surat dikemukakan bahwa Nabi Musa tidak menolong orang kafir. Munasabahnya terletak pada sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.
h.       Munasabah antar penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya
Misalnya pada permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih yang bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, yaitu Al-Waqiah. Atau pada akhir surat Al-Fatihah dengan awal surat Al-Baqarah.
E.     Urgensi Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur’an
Beberapa manfaat mempelajari munasabah antara lain:
1.      Dapat mengembangkan sebagian anggapan orang bahwa tema-tema al Qur’an kehilangan relevansinya antara satu bagian dengan bagian lainnya.
2.      Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al Qur’an baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3.      Mengetahui mutu dan tingkat ke-balagha-an bahasa al Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya serta persesuaian ayat atau surat yang satu dengan yang lain.
4.      Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.[7]
5.      Berperan menggantikan ilmu asbabun nuzul apabila tidak mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi mengetahui korelasi ayat dengan ayat yang lain.[8]
6.      Dari sisi balaghah, korelasi ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al Qur’an sehingga apabila dipenggal maka keserasian, kehalusan dan keindahan ayat akan hilang.[9]
F.      Penutup
            Meskipun ilmu munasabah merupakan hasil ijtihadi dan bukan berasal dari Rasulullah secara langsung melalui haditsnya tetapi perlu sekiranya kita tetap menggunakan ilmu munasabah dalam memahami makna yang terkandung dalam suatu ayat al Qur’an. Karena dengan ilmu tersebut tentunya bisa lebih memudahkan untuk memahami ayat al Qur’an. Selain itu terdapat pula urgensi lain yang telah disebutkan di atas.






[1] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hlm. 154.
[2] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hlm. 154.
[3] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 83..
[4] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 84..
[5] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 84-95.
[6]Abu Anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar  (Pekanbaru: Amzah, 2009), hlm. 70.
[7] Rosihon Anwar, Ulum Al Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 96-97.
[8] Mashfuk Masduki, Pengantar Ulumul Qur’an (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980), hlm. 167.                                        
[9] Muhammad Chirzin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Darma Bakti Prima Yasa, 1998), hlm. 57.




[1] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hlm. 154.
[2] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hlm. 154.
[3] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 83..
[4] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 84..
[5] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 84-95.
[6]Abu Anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar  (Pekanbaru: Amzah, 2009), hlm. 70.
[7] Rosihon Anwar, Ulum Al Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 96-97.
[8] Mashfuk Masduki, Pengantar Ulumul Qur’an (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980), hlm. 167.                                        
[9] Muhammad Chirzin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Darma Bakti Prima Yasa, 1998), hlm. 57.