Sabtu, 13 Oktober 2012

Makalah Muhkam Mutasyabih


Muhkam dan Mutasyabih

Written By Rizqisme_89 on 28/02/10 | 21:17



PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menganugerahkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia dan rahmat bagi segenap alam. Dia-lah yang Maha Mengetahui makna dan maksud kandungan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum bagi agama Islam. sebagai pegangan hidup seorang muslim sehingga mendapat ke-Ridlaan dari Allah SWT. untuk itu diperlukan sebuah keilmuan untuk mempelajari atau mengkaji ilmu al-Qur’an yang disebut dengan Ulumul Qur’an.
Salah satu persoalan dalam Ulumul Al-Qur’an yang masih diperdebatkan sampai sekarang adalah kategori muhkam dan mutasyabih. Telaah dan perdebatan diseputar masalah ini telah mengisi khasanah keilmuan Islam, terutama menyangkut penafsiran Al-Qur’an. Perdebatan itu tidak saja melibatkan sarjana-sarjana muslim itusendiri akan tetapi sarjana-sarjana Barat pun ikut mewarnainya.
Para Pemakalah berusaha menguraikan sedikit pengetahuan tentang muhkam dan mutasyabih ini meskipun dengan segala kekurangannya. Oleh karena itu, kami harapkan tegur sapa akrab dari para Pembaca berupa kritik ataupun saran untuk kemajuan Pemakalah kedepannya.

Pengertian
Menurut etimologi (bahasa) Muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah (ahkam al-murad bih ‘an al-tabdil wa al-taghyir). Sedangkan mutasyabihadalah ungkapan yang dimaksud makna lahirnya samar (ma khafiya bi nafs al-lafzh). Sedangkan menurut pengertian terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih diungkapkan para ulama sebagai berikut[1] :
  1. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil(metafora) ataupun tidak. Sedangkan ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah SWT., seperti kedatangan hari kiamat, keluarnya dajal, dan huruf-huruf muqaththa’ah. Definisi ini dikemukakan oleh kelompok ahlussunnah.
  2. Ayat-ayat Muhkam adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya.
  3. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi lain, sedangkan ayat-ayatmutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak. Definisi ini dikemukakan ibnu ‘Abbas.
  4. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami akal, seperti bilangan rakaat shalat, kekhusuan bulan Ramadhan untuk pelaksanaan shaum wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabihsebaliknya. Pendapat ini dikemukakan Al-Mawardi.
  5. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang dapat berdiri sendiri (dalam pemaknaannya), sedangkan ayat-ayatmutasyabih bergantung pada ayat lain.
  6. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa pentakwilan, sedangkan ayat mutasyabih memerlukan pentakwilan untuk mengetahui maksudnya.
  7. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang lafadz-lafadznya tidal berulang-ulang, sedangkan ayat mutasyabihsebaliknya,
  8. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan ayatmutasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan.
  9. Ibn Abi Hatim mengeluarkan sebah riwayat dari ‘Ali Bin abi Thalib dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicara tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan (hudud), kefarduan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat metasyabih perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (qasam), dan yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
  10. ‘Abdullah bin Hamid mengeluarkan sebuah riwayat dari Adh-dhahak bin Al-Muzahim yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat-ayat yang menghapus, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang dihapus.
  11. Ibn Abi Hatim mengeliarkan sebuah riwayat dari muqatil bin Hayyan yang menyatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih adalah seperti alif lam mim, alif lam ra’, dan alif lam mim ra’.
  12. Ibn abi Hatim menyatakan bahwa ‘Ikrimah, Qatadah bin Du’amah, dan yang lainnya menyatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayatmutasyabih adalah ayat-ayat yang harus diimani, tetapi tidal harus diamalkan.
Melihat pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa inti muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas tidak dan samar. Masuk kedalam kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan memang untuk makna itu ia sebutkan) dan zhahir (makna lahir). Masuk ke dalam kategori mutasyabih ini adalah mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil, dan mubham (ambigus).

Pembagian Mutasyabih dalam Kalimat.
Menurut Ar-Raghib[2] pembagian mutasyabih dalam kalimat ada tiga macam, yaitu : mutasyabih dari segi lafadz., mutasyabi dari segi kakna, dan mutasyabih dari segi makna dan lafadz.
1. Mutasyabih dari segi lafadz
Mutasyabih dari segi lafadz terdiri dari dua bagian :
Ø Dikembalikan pada lafadz-lafadz yang asing.
Ø Dikembalikan pada kalimat yang tersusun. Yaitu, kalimat yang diringkas (An-Nisa :3), karena disederhanakan ( As-Syuraa :11 ), dan bisa juga karena nuzhum kalimat ( Al-Kahfi :1 ).
2. Mutasyabih dari segi makna
Penggambarannya tentang Allah SWT. dan tentang hari kiamat. Penggambaran itu tidak dapat kita bayangkan, karena jiwa kita tidak dapat menggambarkannya selama kita belum menginderakannya.
3Mutasyabih dari segi lafadz dan makna
Sedangkan Mutasyabih dari segi makna dan lafadz ada lima macam :
a. Dari segi kuantitas, seprti umum dan khusus. Contohnya :
فَاقْتُلوا المُشْرِكِينَ
“ maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu “ ( At-Taubah (9) : 5 ).
b. Dari segi tatacara, seperti wajib dan sunah. Contohnya :
فَا نْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاءِ
“Maka kawinilah wanita-wanita yang lain yang kamu senangi “. (An-Nisa (4) :3)
c. Dari segi waktu, seperti nasikh dan mansukh. Contohnya :
التَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
“ bertaqwalah kepada Allah sebebar-benar taqwa kepadanya “. ( Ali-Imran (3) : 102 )
d. Dari segi perkara-perkara yang diturunkan di dalamnya. Contohnya :
وَلَيسَ البِرُّبِاَن تأ تُوا البُيُوتَ مِن ضُهُورِهَا
“ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya “. (Al-Baqarah (2) : 189 )
Contoh lain :
اَنَّمَ النَّسِيءُ زِيَادَةٌ في الكُفرِ
“ Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. ( At-Taubah (9) : 37 )
e. Dari segi syarat-syaratsahnya suatu perbuatan dan yang merusaknya, seperti syarat sahnya shalat, syarat sahnya nikah.

Hikmah Keberadaan Ayat Mutasyabih dalam Al-Qur’an.
Di antara hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih di dalam Al-Qur’an dan ketidakmampuan akal untuk mengetahui adalah sebagai berikut[3] :
  1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah SWT. memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya.
Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah SWT. karena kesadarannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
  1. Teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih.
Pada penghujung surat Ali-Imran ayat 7, Allah SWT. menyebutkan wa ma yadazdakkaru illa ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengotak-atil ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya, memberikan pujian pada orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzigh qulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharafkan ilmu laduni.
  1. Memberikan pemahaman abstrak-ilahiyah kepada manusia melalui pengamalan inderawi yang biasa disaksikannya.
Sebagaimana dimaklumi bahwa pemahaman diperoleh manusia tatkala ia diberi gambaran inderawi terlebih dahulu. Dalam kasus sifat-sifat Allah, sengaja Allah memberikan gambaran fisik agar manusia dapat lebih mengenali sifat-sifat-Nya. Bersamaan dengan itu, Allah menegaskan bahwa diri-Nya tidak sama dengan hamba-Nya dalam hal pemilikan anggota badan.


[1]) Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung.
[2] ) Dr. Muhammad Ali al-Hasan, Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor 2007.
[3] ) Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung

Baca juga :

Data Kuliah
  • Jurnalisme Investigasi Terhadap Kasus Korupsi
  • Contoh Format Laporan Kegiatan Praktek Perkuliahan
  • Contoh Format RPP
  • Pidato Deklarasi Organisasi
  • Pesan Dakwah 

    Muhkam dan Mutasyabih

    Written By Rizqisme_89 on 28/02/10 | 21:17



    PENDAHULUAN
    Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menganugerahkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia dan rahmat bagi segenap alam. Dia-lah yang Maha Mengetahui makna dan maksud kandungan Al-Qur’an
    Al-Qur’an merupakan sumber hukum bagi agama Islam. sebagai pegangan hidup seorang muslim sehingga mendapat ke-Ridlaan dari Allah SWT. untuk itu diperlukan sebuah keilmuan untuk mempelajari atau mengkaji ilmu al-Qur’an yang disebut dengan Ulumul Qur’an.
    Salah satu persoalan dalam Ulumul Al-Qur’an yang masih diperdebatkan sampai sekarang adalah kategori muhkam dan mutasyabih. Telaah dan perdebatan diseputar masalah ini telah mengisi khasanah keilmuan Islam, terutama menyangkut penafsiran Al-Qur’an. Perdebatan itu tidak saja melibatkan sarjana-sarjana muslim itusendiri akan tetapi sarjana-sarjana Barat pun ikut mewarnainya.
    Para Pemakalah berusaha menguraikan sedikit pengetahuan tentang muhkam dan mutasyabih ini meskipun dengan segala kekurangannya. Oleh karena itu, kami harapkan tegur sapa akrab dari para Pembaca berupa kritik ataupun saran untuk kemajuan Pemakalah kedepannya.

    Pengertian
    Menurut etimologi (bahasa) Muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah (ahkam al-murad bih ‘an al-tabdil wa al-taghyir). Sedangkan mutasyabihadalah ungkapan yang dimaksud makna lahirnya samar (ma khafiya bi nafs al-lafzh). Sedangkan menurut pengertian terminologi (istilah), muhkam dan mutasyabih diungkapkan para ulama sebagai berikut[1] :
    1. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik melalui takwil(metafora) ataupun tidak. Sedangkan ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah SWT., seperti kedatangan hari kiamat, keluarnya dajal, dan huruf-huruf muqaththa’ah. Definisi ini dikemukakan oleh kelompok ahlussunnah.
    2. Ayat-ayat Muhkam adalah ayat yang maknanya jelas, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya.
    3. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi lain, sedangkan ayat-ayatmutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak. Definisi ini dikemukakan ibnu ‘Abbas.
    4. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami akal, seperti bilangan rakaat shalat, kekhusuan bulan Ramadhan untuk pelaksanaan shaum wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabihsebaliknya. Pendapat ini dikemukakan Al-Mawardi.
    5. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang dapat berdiri sendiri (dalam pemaknaannya), sedangkan ayat-ayatmutasyabih bergantung pada ayat lain.
    6. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa pentakwilan, sedangkan ayat mutasyabih memerlukan pentakwilan untuk mengetahui maksudnya.
    7. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang lafadz-lafadznya tidal berulang-ulang, sedangkan ayat mutasyabihsebaliknya,
    8. Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan ayatmutasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan.
    9. Ibn Abi Hatim mengeluarkan sebah riwayat dari ‘Ali Bin abi Thalib dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicara tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan (hudud), kefarduan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat metasyabih perumpamaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (qasam), dan yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
    10. ‘Abdullah bin Hamid mengeluarkan sebuah riwayat dari Adh-dhahak bin Al-Muzahim yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat-ayat yang menghapus, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang dihapus.
    11. Ibn Abi Hatim mengeliarkan sebuah riwayat dari muqatil bin Hayyan yang menyatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih adalah seperti alif lam mim, alif lam ra’, dan alif lam mim ra’.
    12. Ibn abi Hatim menyatakan bahwa ‘Ikrimah, Qatadah bin Du’amah, dan yang lainnya menyatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayatmutasyabih adalah ayat-ayat yang harus diimani, tetapi tidal harus diamalkan.
    Melihat pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa inti muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas tidak dan samar. Masuk kedalam kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan memang untuk makna itu ia sebutkan) dan zhahir (makna lahir). Masuk ke dalam kategori mutasyabih ini adalah mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil, dan mubham (ambigus).

    Pembagian Mutasyabih dalam Kalimat.
    Menurut Ar-Raghib[2] pembagian mutasyabih dalam kalimat ada tiga macam, yaitu : mutasyabih dari segi lafadz., mutasyabi dari segi kakna, dan mutasyabih dari segi makna dan lafadz.
    1. Mutasyabih dari segi lafadz
    Mutasyabih dari segi lafadz terdiri dari dua bagian :
    Ø Dikembalikan pada lafadz-lafadz yang asing.
    Ø Dikembalikan pada kalimat yang tersusun. Yaitu, kalimat yang diringkas (An-Nisa :3), karena disederhanakan ( As-Syuraa :11 ), dan bisa juga karena nuzhum kalimat ( Al-Kahfi :1 ).
    2. Mutasyabih dari segi makna
    Penggambarannya tentang Allah SWT. dan tentang hari kiamat. Penggambaran itu tidak dapat kita bayangkan, karena jiwa kita tidak dapat menggambarkannya selama kita belum menginderakannya.
    3Mutasyabih dari segi lafadz dan makna
    Sedangkan Mutasyabih dari segi makna dan lafadz ada lima macam :
    a. Dari segi kuantitas, seprti umum dan khusus. Contohnya :
    فَاقْتُلوا المُشْرِكِينَ
    “ maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu “ ( At-Taubah (9) : 5 ).
    b. Dari segi tatacara, seperti wajib dan sunah. Contohnya :
    فَا نْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاءِ
    “Maka kawinilah wanita-wanita yang lain yang kamu senangi “. (An-Nisa (4) :3)
    c. Dari segi waktu, seperti nasikh dan mansukh. Contohnya :
    التَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
    “ bertaqwalah kepada Allah sebebar-benar taqwa kepadanya “. ( Ali-Imran (3) : 102 )
    d. Dari segi perkara-perkara yang diturunkan di dalamnya. Contohnya :
    وَلَيسَ البِرُّبِاَن تأ تُوا البُيُوتَ مِن ضُهُورِهَا
    “ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya “. (Al-Baqarah (2) : 189 )
    Contoh lain :
    اَنَّمَ النَّسِيءُ زِيَادَةٌ في الكُفرِ
    “ Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. ( At-Taubah (9) : 37 )
    e. Dari segi syarat-syaratsahnya suatu perbuatan dan yang merusaknya, seperti syarat sahnya shalat, syarat sahnya nikah.

    Hikmah Keberadaan Ayat Mutasyabih dalam Al-Qur’an.
    Di antara hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih di dalam Al-Qur’an dan ketidakmampuan akal untuk mengetahui adalah sebagai berikut[3] :
    1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
    Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah SWT. memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya.
    Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah SWT. karena kesadarannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.
    1. Teguran bagi orang-orang yang mengotak-atik ayat mutasyabih.
    Pada penghujung surat Ali-Imran ayat 7, Allah SWT. menyebutkan wa ma yadazdakkaru illa ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengotak-atil ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya, memberikan pujian pada orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzigh qulubana. Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharafkan ilmu laduni.
    1. Memberikan pemahaman abstrak-ilahiyah kepada manusia melalui pengamalan inderawi yang biasa disaksikannya.
    Sebagaimana dimaklumi bahwa pemahaman diperoleh manusia tatkala ia diberi gambaran inderawi terlebih dahulu. Dalam kasus sifat-sifat Allah, sengaja Allah memberikan gambaran fisik agar manusia dapat lebih mengenali sifat-sifat-Nya. Bersamaan dengan itu, Allah menegaskan bahwa diri-Nya tidak sama dengan hamba-Nya dalam hal pemilikan anggota badan.


    [1]) Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung.
    [2] ) Dr. Muhammad Ali al-Hasan, Pengantar Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor 2007.
    [3] ) Dr. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia, Bandung
    Pers Islam Hubungannya dengan Efektifitas Dakwah Bil Kitabah
  • UAS SISTEM INFORMASI DAKWAH
  • SOAL TUGAS SID KPI
  • DAI DAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN
  • Sistem Informasi Dakwah
  • Proposal Usaha
  • Contoh Proposal Penelitian
  • Television's Effect
  • Agama Samawi and Agama Ardhi
  • Televisi dan Budaya Massa
  • Berfikir Untuk Bersyukur
  • AL-KINDI
  • Menelusuri Jejak Sekulerisasi
  • URGENSI DO’A DALAM AJARAN ISLAM
  • Menelusuri Jejak Sekulerisasi
  • URGENSI MENGUSAI BAHASA ARAB DALAM BERDAKWAH
  • BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA
  • SEJARAH DAN KEGIATAN DAKWAH PADA MASYARAKAT SEKITAR JL.TERUSAN BUAH-BATU
  • RESUME ILMU TASAWUF
  • DAKWAH NABI MUSA
  • Makalah Ilmu Kalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar